Senin, 18 Maret 2013

ANALISIS PUISI “AYAH BUNDA TERSAYANG” KARYA GITA TRIANA DEWI DAN “GURUKU” KARYA RIZAL MUSTOFA

ANALISIS PUISI “AYAH BUNDA TERSAYANG” KARYA GITA TRIANA DEWI DAN “GURUKU” KARYA RIZAL MUSTOFA

tugas
Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Nilai Mata Kuliah Kajian Cerita Anak
Dosen: Novi Diah Haryanti M. Hum




Oleh:
Agus Ahmad Salim Zajar
(2011070052)



FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PAMULANG
2013



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ...................................................................             i
DAFTAR ISI ...................................................................................             ii
BAB I             PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ....................................................             1
B.     Rumusan Masalah................................................             2
BAB II            PEMBAHASAN
A.    Struktur Fisik.......................................................             3
B.     Diksi.....................................................................             4
C.     Pengimajian..........................................................             4
D.    Kata Konkret.......................................................             5
E.     Majas....................................................................             5
F.      Rima.....................................................................             6
G.    Tipografi..............................................................             6
H.    Tema....................................................................             7
I.       Nada dan Suasana...............................................             7
J.       Amanat................................................................             7
BAB III          PENUTUP
A.    Simpulan dan Saran.............................................            8
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................             9








KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang tepat pada waktunya dengan judul ANALISIS PUISI “AYAH BUNDA TERSAYANG” KARYA GITA TRIANA DEWI DAN “GURUKU” KARYA RIZAL MUSTOFA.
            Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami meminta kritikan dan saran dari pembaca agar kami dapat menyempurnakan kembali makalah ini.
            Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusuna makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.

                                                                        Tangerang,  Januari 2013

                                                                                         Penulis







BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ada tiga bentuk karya sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama. Pada makalah ini kita akan membahas tentang puisi, puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Kata-kata dari puisi betul-betul terpilih agar memiliki kekuatan pengucapan. Walaupun, singkat ataupun padat, namun berkekuatan. Karena itu, salah satu usaha penyair adalah memilih kata-kata yang memiliki persamaan bunyi (rima). Kata-kata itu mewakili makna yang lebih luas dan lebih banyak. Karena itu kata-kata dicarikan konotasi atau makna tambahannya dan dibuat bergaya dengan bahasa figuratif.  Puisi juga merupakan salah satu bentuk karya sastra yang paling menarik tetapi pelik. Sebagai salah satu jenis sastra, puisi merupakan pernyataan sastra yang paling utama. Segala unsur seni sastra mengental dalam puisi.
Pada dasarnya keutuhan pengertian puisi tidak lepas dari ruang lingkup pengertian kesusastraan, yaitu karangan atau tulisan yang indah yang mempunyai makna tertentu dan mempunyai nilai estetis. Puisi merupakan bentuk ekspresi yang dominan dalam sastra.  Dominasinya bukan hanya karena bentuk syairnya yang mudah dihafal, tetapi juga karena penuh arti dan sangat digemari oleh mereka yang berpikir dalam. Diksi dalam puisi selalu berhubungan dengan bunyi. Bunyi yang digunakan dalam puisi dapat  menimbulkan efek sedih, seram, haru, magis, senang dan sebagainya. Puisi akan terdengar indah dan bermakna apabila dibacakan dengan penuh penghayatan sesuai dengan musikalitas dan hakikatnya sehingga dapat menyejukkan hati, pikiran, dan perasaan kita.[1]



1.2. Rumusan Masalah

      Fokus Masalah dalam makalah ini, kami memberikan batasan masalah sehingga tidak menyimpang dari apa yang telah menjadi pokok bahasan. Mengacu kepada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi  rumusan masalah:
1.      Bagaimana unsur-unsur pembangun puisi “Ayah Bunda Tersayang”?
2.      Bagaimana unsur-unsur pembangun puisi “Guruku”?











[1]               Herman  J. Waluyo,  Apresiasi Puisi untuk Mahasiswa,  (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002)  hal. 1.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Unsur-unsur Pembangun Puisi
      Menganalisis puisi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan unsur-unsurnya. Puisi dibentuk oleh struktur fisik (tipografi, diksi, majas, kata konkret, rima, pengimajian dan irama) serta struktur batin (tema, amanat, nada dan suasana puisi).[1]
A.      Struktur Fisik
       
PAHLAWAN
Karya:  Singgih Alex Setiawan

Pahlawanku
Kau berjuang demi bangsa dan negara
Kaupun korbankan jiwa dan raga
Pahlawan kau menjadi pelita bangsa
Karena jasamulah bangsa menjadi berjaya
Pahlawan kau kan kuingat selama-lamanya
DEMONSTRASI
Karya: Ayu Safitria
Pekan itu terdengar suara peluru melesat
Terdengar jeritan dan yel-yel sang maha pelajar
 “Tolak wakapolri masuk UNPAM”
Demonstrasi tidak dilarang
Demonstrasi memang ciri Negara demokrasi
Apakah harus demikian?
Berdemonstrasilah yang elegan
Selayaknya orang berpendidikan
a.      Diksi
                   Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi merupakan bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Kata-kata yang dipilih penyair bersifat denotatif dan konotatif. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Kata-kata yang dipilih penyair bersifat denotatif dan konotatif. Diksi yang digunakan pada puisi “Pahlawan” secara keseluruhan menggunakan makna denotatif yaitu makna yang sebenarnya, tetapi pada baris keempat “pahlawan kau menjadi pelita bangsa” menggunakan makna konotatif[2] pada kata pelita bangsa bermakna orang yang berjasa terhadap bangsanya.
                   Sedangkan pada puisi “Demonstrasi” pemilihan diksi “sang maha pelajar” menggunakan makna konotasi yang berarti mahasiswa. “Berdemonstrasilah yang elegan” bermakna sindiran, berlarat belakang dari kejadian pada 18 Oktober 2012 lalu mahasiswa Universitas Pamulang menolak kedatangan Wakapolri Komjen Nanan Sukarna yang akan mengisi seminar di UNPAM dan berakhir ricuh. Mahasiswa menolak kehadiran polisi di kampusnya karena beberapa tindak kriminal polisi kepada mahasiswa di sejumlah daerah. Maksud sindiran tersebut karena kurang pantasnya tindakan mahasiswa sebagai orang yang terpelajar hingga menimbulkan kerusuhan yang mengakibatkan banyaknya korban tertembak gas air mata dan peluru karet, berakibat pula terhadap nama Universitas Pamulang sebagai kampus terbesar di Tanggerang Selatan.

b.      Pengimajian
                         Penyair juga menciptakan pengimajian (pencitraan) dalam puisisnya. Pengaimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair. Melalui pengimajian, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif) atau dirasa (imaji taktil).
PAHLAWAN
Karya:  Singgih Alex Setiawan

Pahlawanku
Kau berjuang demi bangsa dan negara
Kaupun korbankan jiwa dan raga                            Penglihatan
Pahlawan kau menjadi pelita bangsa
Karena jasamulah bangsa menjadi berjaya
Pahlawan kau kan kuingat selama-lamanya           Perasa
DEMONSTRASI
Karya: Ayu Safitria
Pekan itu terdengar suara peluru melesat
Terdengar jeritan dan yel-yel sang maha pelajar              Pendengaran
 “Tolak wakapolri masuk UNPAM”
Demonstrasi tidak dilarang
Demonstrasi memang ciri Negara demokrasi
Apakah harus demikian?                                                     Penglihatan
Berdemonstrasilah yang elegan
Selayaknya orang berpendidikan

c.       Kata Konkret
          Kata konkret adalah kata-kata yang dapat ditangkap dengan indra.[3] Digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imajinasi pembaca. Pada puisi “Pahlawan” kata konkret yang dipilih seperti:
·         Kau berjuang demi bangsa dan negara
·         Kaupun korban kan jiwa dan raga
            Rangkaian kata nyata pada baris di atas memberi imajinasi visual kepada pembacanya, seolah-olah melihat perjuangan seorang pahlawan dan membayangkan tentang perjuangan seorang pahlawan. Sedangkan pada puisi “Demonstrasi” kata konkret “jeritan” dapat melambangkan situasi yang menegangkan pada saat kejadian. Kata konkret yang dipakai pada baris “terdengar suara peluru melesat” memberi imajinasi pendengaran pembaca sehingga menggambarkan saat kericuhan para demonstran, “Demonstrasi memang ciri Negara demokrasi”, “Berdemonstrasilah yang elegan” menggambarkan betapa sangat mengecewakan semua pihak atas kericuhan tersebut. Kata konkret “elegan” melambangkan ciri-ciri orang yang berpendidikan.

d.      Majas (figurative of speech)
                   Unsur lain yang tak kalah pentingnya dalam puisi adalah penggunaan majas. Majas adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca.[4]
                   Majas yang digunakan pada puisi “Kupu-kupu Amat Indah” ini adalah majas paralelisme (pengulangan) dengan menggunakan bentuk kata kerja yang paralel.[5] Seperti kata bangsa yang selalu diulang di bebrapa baris. Sedangkan puisi “Demonstrasi” menggunakan majas Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran seperti pada kutipan bait “Pekan itu terdengar suara peluru melesat”, “Terdengar jeritan dan yel-yel ang maha pelajar” merupakan penggambaran situasi ketika itu.


e.       Rima
       Rima merupakan bunyi yang berselang atau berulang pada lirik atau akhir larik puisi.[6] Rima merupakan salah satu unsur penting dalam puisi. Melalui rima inilah, keindahan suatu puisi tercipta. Rima tidak selalu berada di akhir baris dalam satu bait. Rima juga dapat ditemukan dalam satu baris.
·         Rima pada puisi “Pahlawan” adalah a b b b b b
·         Rima pada puisi “Demonstrasi” bait pertama: a b c d sedangkan bada bait kedua berima a b b b.

f.       Perwajahan (Tipografi)
                   Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut menentukan pemaknaan terhadap puisi.
                   Tipografi pada puisi “Pahlawan” adalah inkonvensional yaitu dalam satu bait tidak terdiri dari empat baris, sedangkan pada puisi “Demonstrasi” konvensional bentuknya rapi, terdiri dari 4 bait dan setiap bait terdiri dari 4 baris. Dan puisi ini termasuk puisi elegi yaitu puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
                   Puisi “Pahlawan” termasuk jenis puisi Ode merupakan puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum. Sedangkan puisi “Demonstrasi termasuk puisi Satire yaitu puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena.
B.     Struktur Batin
a.      Tema
                   Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkansung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.[7]
Tema dalam puisi “Pahlawan” adalah kepahlawanan  dengan sebuah kesaksian terhadap penggambaran perjuangan seorang pahlawan. Tema pada puisi “Demonstrasi” adalah catatan dan persepsi dibalik ketegangan mahasiswa yang menyaksikan langsung kejadian bentrokan pada 18 Oktober 2012.
b.      Nada dan Suasana
Disampig tema, puisi juga mengungkapkan nada dan suasana kejiwaan. Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca. Dari sikap itu terciptalah suasana puisi.[8]
Nada dan Suasana dalam puisi ini sedih sehingga menimbulkan suasana haru yang digambarkan pada bait: “pahlawan kau akan kuingat selama-lamanya” pada puisi “Pahlawan” dan pada bait: “Apakah harus demikian?” dalam puisi “Demonstrasi”.
c.       Amanat
Amanat, pesan atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Amanat dirumuskan sendiri oleh pembaca.[9] Puisi “Pahlawan” mengandung berbagai amanat, diantaranya:
·         Agar kita selalu menghargai perjuangan para pahlawan serta selalu mengenang jasanya.
·         Selalu berusaha meneruskan jasa pahlawan dengan belajar
Amanat dalam puisi “Demonstrasi” yaitu agar lebih memikirkan terlebih dahulu dampak yang terjadi atas perilaku akan dilakukan dan agar lebih berfikir positif terhadap suatu persoalan sebagaimana layaknya pemikiran seorang mahasiswa.
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
            Sedangkan pada puisi “Demonstrasi” pemilihan diksi “sang maha pelajar” menggunakan makna konotasi yang berarti mahasiswa. “Berdemonstrasilah yang elegan” bermakna sindiran, berlarat belakang dari kejadian pada 18 Oktober 2012 lalu mahasiswa Universitas Pamulang menolak kedatangan Wakapolri Komjen Nanan Sukarna yang akan mengisi seminar di UNPAM dan berakhir ricuh. Mahasiswa menolak kehadiran polisi di kampusnya karena beberapa tindak kriminal polisi kepada mahasiswa di sejumlah daerah. Puisi akan terdengar indah dan bermakna apabila dibacakan dengan penuh penghayatan sesuai dengan musikalitas dan hakikatnya sehingga dapat menyejukkan hati, pikiran, dan perasaan kita. Menganalisis puisi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan unsur-unsurnya. Puisi dibentuk oleh struktur fisik (tipografi, diksi, majas, kata konkret, rima, pengimajian dan irama) serta struktur batin (tema, amanat, nada dan suasana puisi).

3.2. Saran
            Saran kepada mahasiswa agar dapat lebih memahami isi dari makalah ini dan dijadikan informasi atau ilmu yang sangat bermanfaat. Sedangakan kepada dosen pembimbing mata kuliah ini agar dapat menjelaskan kembali materi puisi “Bendera” karangan Taufik Ismail, bahwasanya kami anggota kelompok sangat membutuhkan masukan dan pembelajaran kembali.





DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Heru. 2009. Sastra Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusmayadi, Ismail. 2008. Think Smart Bahasa Indonesia. Bandung: Grafindo        Media Pratama.
K.S, Yudiono. 2007. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo.
Maslikatin. 2007. Kajian Sastra Prosa, Puisi, Drama. Jember: UNEJ Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada      University Press.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.
Sofyan, Akhmad. 2001. Kompeten Berbahasa Indonesia. Jakarta: Grafindo Media            Pratama.
Waluyo, Herman  J. 2002. Apresiasi Puisi untuk Mahasiswa. Jakarta: PT     Gramedia Pustaka Utama.
Wibowo, Wahyu. 2011. Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah. Jakarta: PT.   Kompas Media Nusantara.

Sumber Internet
http://organisasi.org/pengertian-makna-denotatif-konotatif-lugas-kias-leksikal-gramatikal-umum-dan-khusus




[1]               Akhmad Sofyan, Kompeten Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2001), hal. 195.
[2]               Makna konotasi adalah makna yang bukan sebenarnya yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami penambahan. Lihat http://organisasi.org/pengertian-makna-denotatif-konotatif-lugas-kias-leksikal-gramatikal-umum-dan-khusus
[3]               Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), hal. 119.
[4]               Ismail Kusmayadi, Think Smart Bahasa Indonesia, (Bandung: Grafindo Media Pratama, 2008), hal.101.
[5]               Wahyu Wibowo, Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2011), hal. 154.
[6]               Rima akhir yaitu perulangan bunyi pada akhir larik puisi. Rima sempurna, yaitu perulangan bunyi yang vocal dan konsonannya sama. Rima tak sempurna, yaitu perulangan bunyi yang vokalnya sama tetapi konsonannya berbeda.
[7]               Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), hal. 68.
[8]               Op. Cit., Herman J. Waluyo, hal. 37.
[9]               Op. Cit., Herman J. Waluyo, hal. 40.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar